Saat Ekonomi Mencekik, Rumah Tangga Retak: Membedah Akar Sosial Ekonomi KDRT
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah luka tersembunyi yang mengikis pondasi keluarga. Di balik setiap insiden KDRT, seringkali tersembunyi lapisan-lapisan masalah yang lebih kompleks, salah satunya adalah faktor sosial ekonomi. KDRT bukanlah sekadar masalah personal, melainkan cerminan dari kerentanan sosial ekonomi yang lebih luas yang memicu dan memperparah konflik.
Berikut adalah beberapa faktor sosial ekonomi kunci yang menjadi pemicu KDRT:
-
Tekanan Ekonomi & Kemiskinan: Kemiskinan, pengangguran, dan tekanan finansial menciptakan stres akut dalam rumah tangga. Frustrasi dan keputusasaan akibat ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar dapat memicu ledakan emosi dan perilaku agresif. Konflik mengenai uang seringkali menjadi pemicu utama kekerasan.
-
Ketimpangan Gender & Ketergantungan Ekonomi: Struktur sosial yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat dan kurangnya akses terhadap sumber daya ekonomi membuat mereka sangat rentan. Ketergantungan ekonomi perempuan pada pasangan mempersulit mereka untuk melepaskan diri dari siklus kekerasan, bahkan saat kekerasan sudah parah. Pelaku seringkali menggunakan kontrol finansial sebagai alat untuk mendominasi.
-
Tingkat Pendidikan Rendah: Tingkat pendidikan yang rendah seringkali berkorelasi dengan kurangnya pemahaman tentang hak-hak asasi manusia, kesetaraan gender, serta keterampilan komunikasi dan penyelesaian konflik yang minim. Hal ini dapat membuat individu lebih rentan terhadap pola pikir yang membenarkan kekerasan sebagai solusi atau bentuk kontrol.
-
Lingkungan Sosial & Norma Budaya: Di beberapa komunitas, kekerasan dalam rumah tangga masih dianggap sebagai "hal pribadi" atau bahkan "wajar" dalam mendisiplinkan pasangan atau anak. Kurangnya dukungan sosial dan adanya stigma terhadap korban KDRT membuat mereka enggan mencari bantuan, sehingga kekerasan terus berlanjut tanpa intervensi.
-
Penyalahgunaan Zat (Alkohol/Narkoba): Masalah ekonomi seringkali mendorong seseorang pada penyalahgunaan alkohol atau narkoba sebagai pelarian. Zat-zat ini dapat mengurangi kontrol diri, meningkatkan agresivitas, dan memperburuk pengambilan keputusan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya KDRT.
Kesimpulan:
Memahami faktor sosial ekonomi ini sangat penting untuk penanganan KDRT yang efektif. KDRT bukanlah sekadar tindakan individu, melainkan masalah sistemik yang membutuhkan pendekatan holistik. Intervensi tidak hanya harus berfokus pada korban dan pelaku, tetapi juga pada pengentasan kemiskinan, pemberdayaan ekonomi perempuan, peningkatan pendidikan, serta perubahan norma sosial yang toleran terhadap kekerasan, demi menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berdaya.