Implementasi Undang-Undang ITE dalam Kebebasan Berekspresi

UU ITE: Mengarungi Batas Ekspresi di Era Digital

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) hadir sebagai payung hukum untuk mengatur aktivitas di ruang siber Indonesia. Namun, implementasinya sering kali menimbulkan perdebatan sengit terkait kebebasan berekspresi, menciptakan dilema pelik antara perlindungan individu dan hak fundamental warga negara.

Pada satu sisi, UU ITE memiliki niat mulia untuk melindungi masyarakat dari kejahatan siber seperti penipuan, penyebaran berita bohong (hoaks), dan ujaran kebencian yang destruktif. Pasal-pasal tentang pencemaran nama baik, misalnya, bertujuan menjaga reputasi dan martabat seseorang di dunia maya.

Namun, di sisi lain, beberapa pasal dalam UU ITE, yang sering disebut "pasal karet," kerap memicu kekhawatiran. Definisi yang kurang jelas dan multitafsir telah menyebabkan kriminalisasi terhadap ekspresi yang sejatinya merupakan kritik sah atau opini personal. Fenomena ini menciptakan "efek gentar" (chilling effect), di mana individu menjadi enggan menyuarakan pendapat atau kritik di platform digital karena takut terjerat hukum. Potensi penyalahgunaan pasal-pasal ini untuk membungkam suara-suara kritis menjadi ancaman serius bagi iklim demokrasi dan partisipasi publik.

Merespons keresahan publik, pemerintah telah melakukan revisi kedua UU ITE pada tahun 2024. Perubahan ini bertujuan mempertegas definisi, mengedepankan mediasi atau keadilan restoratif, serta mengurangi potensi kriminalisasi terhadap ekspresi yang bukan tindak pidana murni. Harapannya, revisi ini dapat menjadi langkah awal menuju keseimbangan yang lebih baik.

Mengarungi batas ekspresi di era digital adalah tantangan berkelanjutan. Implementasi UU ITE harus senantiasa dievaluasi agar tidak menjadi alat pembungkam, melainkan instrumen yang mendorong ruang digital yang aman, etis, sekaligus kondusif bagi pertukaran ide dan kritik yang sehat. Keseimbangan krusial antara melindungi hak-hak individu dan menjamin kebebasan berekspresi adalah kunci menuju ekosistem digital yang demokratis dan berkeadilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *