Jalan Terjal Kendaraan Listrik di Daerah: Mengurai Benang Kusut Infrastruktur
Kendaraan listrik (EV) digadang-gadang sebagai masa depan transportasi yang ramah lingkungan. Namun, geliatnya di daerah pedesaan atau pelosok masih terganjal oleh tantangan infrastruktur yang kompleks. Berbeda dengan kota besar yang mulai sigap, adopsi EV di daerah menghadapi rintangan nyata yang perlu segera diurai.
Salah satu kendala utama adalah minimnya stasiun pengisian daya (SPKLU). Di banyak daerah, SPKLU adalah barang langka, bahkan tidak ada sama sekali. Jarak antar stasiun bisa sangat jauh, menimbulkan "range anxiety" atau kekhawatiran kehabisan daya di tengah perjalanan. Ditambah lagi, ketersediaan jenis pengisi daya cepat (fast charging) sangat terbatas, seringkali hanya tersedia pengisi daya lambat yang memakan waktu berjam-jam.
Selain itu, infrastruktur kelistrikan di daerah seringkali belum siap menopang beban tambahan dari pengisian EV. Jaringan listrik yang belum stabil, kapasitas gardu yang terbatas, atau pasokan listrik yang tidak merata bisa menjadi penghambat serius. Investasi untuk peningkatan kapasitas jaringan ini membutuhkan biaya besar dan perencanaan matang.
Dari sisi ekonomi dan insentif, pembangunan SPKLU di daerah dianggap kurang menarik bagi investor swasta karena potensi pengguna yang masih sedikit. Hal ini membuat pengembangan infrastruktur menjadi lambat, menciptakan lingkaran setan: kurangnya infrastruktur menghambat adopsi, dan rendahnya adopsi mengurangi minat investasi.
Oleh karena itu, untuk mendorong adopsi EV secara merata di seluruh negeri, diperlukan strategi khusus dan kolaborasi kuat antara pemerintah, PLN, dan pihak swasta. Pembangunan infrastruktur pengisian yang merata, peningkatan kapasitas jaringan listrik, serta pemberian insentif yang menarik adalah kunci untuk membuka potensi penuh kendaraan listrik di pelosok Indonesia.